Laporan Praktikum Satuan Operasi
Hari : Jum’at
Jam : 08.20 - 10.00 WIB
Asisten : 1. Basyirul Walad
2. Nur Laili
3. Hilda Vebrina
PEMISAHAN MEKANIS
Oleh:
AMRULMUSTANIL
NIM : 0905106020005
LABORATORIUM TEKNIK PASCA PANEN
JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN - UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2011
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan pangan pada umumnya dalam bentuk cairan dan padatan, meskipun demikian bukan berarti bahan-bahan air tidak mengandung bahan-bahan padatan (solid) dan begitu juga sebaliknya, dalam bahan padatan terdapat pula bahan cair. Pada bahan pangan uji sifat fisik biasanya dilakukan terhadap kekerasan, warna, rasa, dan bau bahan tersebut. Sedangkan uji kimia dapat dilakukan terhadap PH, total asam, dan kadar gula. Diantara sifat fisik tersebut berat dan volume biasanya dipakai untuk pemutuan buah berdasarkan kuantitas. Dalam kegiatan pascapanen lainnya seperti pengemasan dan pengangkutan, sifat fisik sangat diperhatikan.
Berat jenis dari produk pertanian dapat digunakan untuk menduga kematangan dari buah. Volume merupakan salah satu sifat fisik yang banyak digunakan dalam perhitungan awal menduga sifat fisik yang lain seperti massa jenis. Volume bahan pangan dapat dihitung dengan menggunakan pengukuran berdasarkan pendekatan aproksimasi (pendekatan geometris) dan dengan menggunakan metode platform scale.
Dalam beberapa hal bentuk dapat diaproksimasikan dengan salah satu dari bentuk geometri berikut ini:
Spheroid prolat
Spheroid oblat
Right circular cone atau silinder
B. Tujuan Praktikum
Untuk mempelajari cara penentuan volume dan berat jenis dengan metode pengukuran menggunakan pendekatan aproksimasi (pendekatan geometris) dan untuk mempelajari cara penentuan volume dan berat jenis dengan metode platform scale.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bahan pangan pada umumnya dalam bentuk cairan dan padatan, meskipun demikian bukan berarti bahan-bahan air tidak mengandung bahan-bahan padatan (solid) dan begitu juga sebaliknya, dalam bahan padatan terdapat pula bahan cair. Bahan pangan pada umumnya bersifat encer. Kedua sifat bahan pangan inilah yang diketahui sebagai sifat alir bahan pangan. Bahan pangan yang memililki sifat alir yang sangat mudah mengalir disebut fluiditas (Kanoni, 1999).
Pada berbagai tingkat kematangan buah dan sayuran, sifat fisik dan kimia bahan tersebut berbeda-beda. Uji sifat fisik biasanya dilakukan terhadap kekerasan, warna, rasa, dan bau bahan tersebut. Sedangkan uji kimia dapat dilakukan terhadap PH, total asam, dan kadar gula (Solube Solida) (Khatir, 2006).
Sifat fisik bahan hasil pertanian merupakan faktor yang sangat penting dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan merancang suatu alat khusus untuk suatu produk hasil pertanian atau analisa prilaku produk dan cara penanganannya. Karakteristik sifat fisik pertanian adalah bentuk, ukuran, luas permukaan, warna, penampakkan, berat, porositas, densitas dan kadar air. Bentuk dan ukuran sangat penting dalam perhitungan energi untuk pendinginan dan pengeringan, rancangan pengecilan ukuran, masalah distribusi dan penyimpanan bahan, seperti elektoistatistik, pantulan cahaya dalam evaluasi warna, dan dalam pengembangan alat grading dan sortasi (Suharto, 1991).
Pada pemasakan buah, kandungan zat-zat terlarut dan oleh karena itu berat jenis bertambah. Itulah sebabnya mengapa telah diusulkan kemungkinan menggunakan berat jenis sebagai metode pengujian kemasakan secara cepat. Buah-buah yang mengapung di atas air mempunyai berat jenis lebih kecil, jadi masih belum masak. Buah-buah yang tenggelam mempunyai berat jenis lebih besar dari 1, total zat terlarut lebih banyak dan oleh karena itu berarti sudah matang (Pantastico, 1989).
III. METODOLOGI PERCOBAAN
A. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Jum’at/8 April 2011
Tempat : Laboratorium Teknik Pasca Panen, Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian-Unsyiah
Waktu : 08:20 – 10.00 WIB
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pratikum ini adalah jangka sorong, mistar, pisau, gelas ukur dan timbangan digital,. Sedangkan bahan yang digunakan adalah apel, jeruk dan sawo.
C. Cara Kerja
1. Penentuan volume dan berat jenis dengan perhitungan:
Di Asumsikan bahan sebagai bentuk tertentu (bola atau elips, atau silinder, kerucut atau yang lain)
Di ukur dimensi yang diperlukan dengan jangka sorong
Di hitung volume, di timbang berat bahan tersebut dan di tentukan berat jenis.
2. pengukuran berat jenis bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode platform scale:
Di timbang bahan (X1) dengan menggunakan timbangan digital
Di masukkan air ke dalam gelas ukur, kemudian di catat beratnya (X2)
Di tusuk bahan dengan jarum, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air (sampai tenggelam) dengan menggunakan set screw, kemudian ditimbang beratmya (X3).
Dihitung volume dengan menggunakan rumus:
X= (X1-x2)/█(BJ air@)
Di hitung berat jenis dengan menggunakan rumus
ρ= (X1 BJ air)/█((X3-X2)@)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data hasil pengamatan pada percobaan ini terlampir pada lampiran.
B. Pembahasan
Dari hasil data di lampiran, nilai volume dan berat jenis dari bahan pangan yang digunakan adalah sawo. Pada perhitungan volume dan berat jenis menggunakan metode perhitungan spheroid oblat, di cari dengan menggunakan rumus:
V=4/3(πa^2 b)
Jd hasil volume dan berat jenis adalah V = 710,50 cm3 dan ρ = o,146 gr/cm3. Sedangkan pada perhitungan menggunakan metode platform scale, hasil yang di dapat dari perhitungan volume dan berat jenis adalah V = 100,8 cm3 dan ρ = 1,035 gr/cm3. Perbedaan nilai volume dan berat jenis yang di dapat antara perhitungan dengan menggunakan metode perhitungan aproksimasi (kemiripan geometris) dengan perhitungan dengan menggunakan metode platform scale adalah terdapat pada metode perhitungan dan aspek tinjauan bahan pangan, dimana pada metode perhitungan berdasarkan aproksimasi bentuk, volumenya ditinjau berdasarkan nilai sumbu minor dan sumbu mayor atau kemiripan geometris, sedangkan pada perhitungan dengan menggunakan metode platform scale, volume bahan pangan ditinjau berdasarkan perbedaan berat bahan dengan berat air. Perbedaan berat jenis pada kedua bahan tersebut juga berbeda-beda, hal ini juga dikarenakan perbedaan metode perhitungan, dimana jika volume suatu bahan pangan berbeda, maka otomatis berat jenisnya juga berbeda.
Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat dibagi dalam 3 tahap yaitu klimakterik menaik, puncak klimakterik dan klimakterik menurun. Klimaterik adalah suatu periode mendadak yang unik bagi buah tertentu dimana selama proses itu terjadi pembuatan etilen disertai dengan dimulainya proses pematangan buah, buah menunjukkan peningkatan CO2 yang mendadak selama pematangan buah. Contoh buah-buahan yang tergolong buah klimaterik adalah apel, pisang, mangga, apokat, papaya, tomat. Non klimaterik adalah suatu periode yang bertolak belakang dengan klimaterik dimana Setelah di panen proses respirasi CO2 yang di hasilkan oleh buah tidak terus meningkat tapi langsung turun secara perlahan-lahan. Contoh buah-buahan yang tergolong buah Non klimaterik adalah Semangka, ketimun, anggur, limau, jeruk, dan nenas.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil data dan pembahasan, maka dalam praktikum ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
Perbedaan nilai volume dan berat jenis antara perhitungan aproksimasi (kemiripan geometris) dengan perhitungan metode platform scale adalah terdapat pada metode perhitungan dan aspek tinjauan bahan pangan.
Perbedaan berat jenis pada kedua bahan tersebut juga berbeda-beda, hal ini juga dikarenakan perbedaan metode perhitungan, dimana jika volume suatu bahan pangan berbeda, maka otomatis berat jenisnya juga berbeda.
Buah klimaterik dapat diperam agar matang secara sempurna, sedangkan buah non klimaterik tidak dapat diperam.
B. Saran
Diharapkan alat-alat dan bahan praktikum yang bersangkutan dapat lebih lengkap lagi untuk memaksimalkan kegiatan praktikm seperti yang tercantum di dalam penuntun praktikum.
Diharapkan agar tata letak alat-alat di laboratorium lebih rapi dan telah terkelompokkan sesuai modul praktikum untuk kemudahan dan kenyamanan praktikum
DAFTAR PUSTAKA
Kanoni, Sri, 1999. Handout Viskositas TPHP. Universitas Gadjah Mada: Jogjakarta.
Khatir, Rita, 2006. Penuntun Praktikum Fisiologi dan Teknologi Penanganan Pasca Panen. Faperta_UNSYIAH: Banda Aceh.
Pantastico, 1989. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah-buahan dan
Sayuran-sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University
Press: Jogjakarta.
Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Blog Amrul Mustanil
Minggu, 22 Mei 2011
KLASIFIKASI IKLIM
Laporan Praktikum Agroklimatologi
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
KLASIFIKASI IKLIM
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu analisis perencanaan pertanian tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang memepengaruhinya, diantaranya yang utama adalah lingkungan fisik (tanah dan iklim). Dalam analisis awal faktor tanah dipertimbangkan sebagai faktor yang relatif dapat dimodifikasi, sedangkan faktor iklim dalam skala meso hingga makro merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Untuk itu dalam suatu perencanaan pertanian, analisis iklim dan karakterisasi sumber daya iklim merupakan hal penting yang mendukung keberhasilan perencanaan tersebut.
Unsur iklim mempengaruhi hampir semua aspek kegiatan pertanian baik perencanaan jangka panjang, jangka pendek maupun sehari-hari. Kebutuhan akan informasi iklim yang tepat guna semakin dirasakan strategis dalam menunjang progam pertanian. Oleh karena itu, usaha yang paling bijaksana adalah menyesuaikan pola pertanian dan jenis tanaman/komoditas pertanian yang diusahakan dengan pola iklim setempat. penyesuaian tersebut harus didasarkan kepada idensifikasi, pemahaman atau interprestasi yang tepat terhadap iklim pada setiap agroekosistem dan lokasi spesifik atau lahan. Dengan demikian dalam memilah-milah wilayah dengan kondisi iklim yang sesuai untuk komoditas pertanian tertentu atau komoditas pertanian untuk wilayah tertentu diperlukan idensifikasi dan interpretasi iklim yang lebih komprehensif.
Di setiap tempat, cuaca hari demi hari selalu berubah. Setelah satu tahun perubahan tersebut biasanya membentuk pola siklus tertentu. Setelah 30 tahun, rata-rata tiap unsur cuaca akan mencerminkan sifat atmosfer yang dikenal dengan iklim. Rata-rata data cuaca selanjutnya disebut data iklim.
Iklim adalah kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca dalam jangka panjang disuatu tempat/wilayah. Kesimpulan tersebut dapat diartikan nilai statistic yang meliputi rata-rata maksimum,minimum,peluang kejadian,dsb.
Tujuan Praktikum
Pratikum ini bertujuan untuk mengetahui berbagai sistem klasifikasi iklim dan cara pengklasifikasi iklim tiap-tiap sistem.
TINJAUAN PUSTAKA
Suatu wilayah yang mempunyai kondisi iklim cocok untuk tanaman akan memungkinkan untuk dikembangkan sebagai pusat produksi.pusat produksi tanaman adalah suatu daerah yang telah terbukti memenuhi persyaratan kesesuaian iklim pada wilayah yang cukup luas dengan produktivitas tinggi (ton/ha/musim panen) dalam jangka waktu lama. Konsepsi dasar dalam pewilayahan kmoditi secara bertahap, diawali dengan study agroekologi utama yang hanya mempertimbangkan faktor biofitis yaitu iklim, tanah dan toposifiografi (Nasir, 2001).
Di indonesia banyak menggunakan metode klasifikasi iklim selain menurut Koppen (1931) juga menurut Schmidt dan Ferguson (1951) yang semula dimaksudkan untuk keperluan kehutanan, tetapi juga ternyata juga cocok untuk kepentingan tanaman perkebunan perenial. Dasar klasifikasi menggunakan distribusi curah hujan bulanan dalam penentuan bulan basah (bulan dengan curah hujan > 100 mm) dan bulan kering (bulam dengan curah hujan < 60mm). Metode klasifikasi lain yang tergolong baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengandung diskusi mengenai batasan dan kriteria yang digunakan adalah yang dibuat oleh Oldeman (1975). Sistem yang dibuat khusus untuk tanaman pangan/semusim ini menggunakan data curah hujan rata-rata jangka panjang untuk menentukan bulan basah (bulan dengan curah hujan > 200 mm), bulan lembab (bulan dengan curah hujan antara 100-200 mm), dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) secara berturut-turut (Laimeheriwa, 2002). Sistem klasifikasi lain yang tergolong baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengandung diskusi mengenai batasan dan kriteria yang digunakan. Namun demikian, untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Oldeman telah membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Kriteria dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL), dan bulang kering (BK) yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman (Handoko, 1992). PROSEDUR PERCOBAAN Alat dan Bahan Yang digunakan dalam pratikum klasifikasi iklim ini adalah data curah hujan pada daerah Cisarua. Cara Kerja 1. Dari data curah hujan yang tersedia, dihitung berapa banyak bulan kering (BK), bulan basah (BB), dan bulan lembab (BL) dengan menggunakan klasifikasi iklim Scmidth-Ferguson. 2. Kemudian data yang telah didapat dimasukkan kedalam rumus rata-rata bulan kering (BK) untuk jumlah bulan kering, rata-rata bulan basah (BB) untuk jumlah bulan basah dan rata-rata bulan lembab (BL) untuk jumlah bulan lembab. 3. Dari data yang diperoleh, dicari nilai Q dan kemudian dilihat segitiga penentuan tipe iklim dan dicatat hasilnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan Data curah hujan dari tahun 1994 sampai 2003 di Cisarua TAHUN Bulan 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 mm Januari 280 178 221 137 114 190 238 284 294 46 Februari 268 128 211 190 223 137 90 129 111 228 Maret 154 192 196 106 290 18 176 174 151 226 April 148 164 177 167 264 117 229 128 175 119 Mei 80 104 44 191 164 135 146 118 28 78 Juni 15 104 42.2 0 145 14 51 50 116 18 Juli 0 42 72 20 47 26 26 54 96 2 Agustus 10 3 40 0 61 28 27 62 10 15 September 40 27 75 3 99 0.6 27 62 0 51 Oktober 7 104 236 13 166 195 122 192 13 183 November 142 279 349 133 120 280 181 245 190 190 Desember 188 84 203 258 132 146 78 32 221 200 Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah BK < 60 mm 5 3 3 5 1 4 4 4 4 5 38 BL 60-100 mm 1 1 2 0 2 0 2 1 1 1 11 BB > 100 mm 6 8 7 7 9 8 6 7 7 6 71
Jumlah 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Klasifikasi Iklim Scmidth-Ferguson
Masukkan ke rumus :
Kesimpulan :
Karena nilai Q = 53 % maka daerah Cisarua memiliki tipe iklim C, yaitu derah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
Pembahasan
Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang.
Klasifikasi Iklim Scmidth – Ferguson dapat menentukan tipe iklim Kabupaten Cisarua berdasarkan data curah hujan Kabupaten tersebut. Untuk menentukan tipe iklim tersebut, maka harus dihitung terlebih dahulu rata – rata Bulan Kering (BK), Bulan Lembab (BL), dan Bulan Basah (BB) yang terdapat pada data curah hujan Kabupaten tersebut. Berdasarkan pada data Kabupaten Cisarua, maka didapat rata – rata BK Kabupaten Cisarua adalah 3,8 mm, rata-rata BL Kabupaten Cisarua adalah 1,1 mm dan rata – rata BB Kabupaten Cisarua adalah 7,1 mm. Agar tipe iklim Kabupaten Cisarua diketahui, maka rata- rata Bulan Kering (BK) Kabupaten Cisarua dibagi dengan rata – rata Bulan Basah (BB) kemudian dikalikan 100% sehingga Q Kabupaten tersebut didapat 53 %. Maka hasil yang telah diperoleh tersebut menunjukkan bahwa iklim Kabupaten Cisarua cocok dengan klasifikasi iklim model segitiga Scmidth – Ferguson dan memiliki tipe iklim C daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
KESIMPULAN
Dari data hasil pengamatan yang sudah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Nilai Q = 53% dilihat di segitiga Scmidth-Ferguson, sehingga di dapat dari tabel memiliki tipe iklim C ( 0,333 < Q < 0,600 ) yaitu daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
2. Rerata Klasifikasi Scmidth yang tertinggi 211 bulan November. Dan yang terendah 23 di bulan Agustus.
3. Dari data curah hujan dari tahun 1994 sampai 2003 jumlah rata-rata bulan basah (BB) 7,1, bulan kering (BK) 3,8 dan bulan lembab (BL) 1,1.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko. 1992. Klimatologi dasar . Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB : Bogor.
Laimeheriwa, Samuel. 2002. Pengembangan Komoditas Pertanian Berdasarkan
Pendekatan Iklim. IPB : Bogor.
Nasir, A.A. 2001. Iklim dan Produksi Tanaman. Jurusan Geometeorologi. FMIPA
IPB : Bogor
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
KLASIFIKASI IKLIM
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suatu analisis perencanaan pertanian tidak akan terlepas dari faktor-faktor yang memepengaruhinya, diantaranya yang utama adalah lingkungan fisik (tanah dan iklim). Dalam analisis awal faktor tanah dipertimbangkan sebagai faktor yang relatif dapat dimodifikasi, sedangkan faktor iklim dalam skala meso hingga makro merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Untuk itu dalam suatu perencanaan pertanian, analisis iklim dan karakterisasi sumber daya iklim merupakan hal penting yang mendukung keberhasilan perencanaan tersebut.
Unsur iklim mempengaruhi hampir semua aspek kegiatan pertanian baik perencanaan jangka panjang, jangka pendek maupun sehari-hari. Kebutuhan akan informasi iklim yang tepat guna semakin dirasakan strategis dalam menunjang progam pertanian. Oleh karena itu, usaha yang paling bijaksana adalah menyesuaikan pola pertanian dan jenis tanaman/komoditas pertanian yang diusahakan dengan pola iklim setempat. penyesuaian tersebut harus didasarkan kepada idensifikasi, pemahaman atau interprestasi yang tepat terhadap iklim pada setiap agroekosistem dan lokasi spesifik atau lahan. Dengan demikian dalam memilah-milah wilayah dengan kondisi iklim yang sesuai untuk komoditas pertanian tertentu atau komoditas pertanian untuk wilayah tertentu diperlukan idensifikasi dan interpretasi iklim yang lebih komprehensif.
Di setiap tempat, cuaca hari demi hari selalu berubah. Setelah satu tahun perubahan tersebut biasanya membentuk pola siklus tertentu. Setelah 30 tahun, rata-rata tiap unsur cuaca akan mencerminkan sifat atmosfer yang dikenal dengan iklim. Rata-rata data cuaca selanjutnya disebut data iklim.
Iklim adalah kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca dalam jangka panjang disuatu tempat/wilayah. Kesimpulan tersebut dapat diartikan nilai statistic yang meliputi rata-rata maksimum,minimum,peluang kejadian,dsb.
Tujuan Praktikum
Pratikum ini bertujuan untuk mengetahui berbagai sistem klasifikasi iklim dan cara pengklasifikasi iklim tiap-tiap sistem.
TINJAUAN PUSTAKA
Suatu wilayah yang mempunyai kondisi iklim cocok untuk tanaman akan memungkinkan untuk dikembangkan sebagai pusat produksi.pusat produksi tanaman adalah suatu daerah yang telah terbukti memenuhi persyaratan kesesuaian iklim pada wilayah yang cukup luas dengan produktivitas tinggi (ton/ha/musim panen) dalam jangka waktu lama. Konsepsi dasar dalam pewilayahan kmoditi secara bertahap, diawali dengan study agroekologi utama yang hanya mempertimbangkan faktor biofitis yaitu iklim, tanah dan toposifiografi (Nasir, 2001).
Di indonesia banyak menggunakan metode klasifikasi iklim selain menurut Koppen (1931) juga menurut Schmidt dan Ferguson (1951) yang semula dimaksudkan untuk keperluan kehutanan, tetapi juga ternyata juga cocok untuk kepentingan tanaman perkebunan perenial. Dasar klasifikasi menggunakan distribusi curah hujan bulanan dalam penentuan bulan basah (bulan dengan curah hujan > 100 mm) dan bulan kering (bulam dengan curah hujan < 60mm). Metode klasifikasi lain yang tergolong baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengandung diskusi mengenai batasan dan kriteria yang digunakan adalah yang dibuat oleh Oldeman (1975). Sistem yang dibuat khusus untuk tanaman pangan/semusim ini menggunakan data curah hujan rata-rata jangka panjang untuk menentukan bulan basah (bulan dengan curah hujan > 200 mm), bulan lembab (bulan dengan curah hujan antara 100-200 mm), dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm) secara berturut-turut (Laimeheriwa, 2002). Sistem klasifikasi lain yang tergolong baru di Indonesia dan pada beberapa hal masih mengandung diskusi mengenai batasan dan kriteria yang digunakan. Namun demikian, untuk keperluan praktis klasifikasi ini cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan di Indonesia. Oldeman telah membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim hujan. Kriteria dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada perhitungan bulan basah (BB), bulan lembab (BL), dan bulang kering (BK) yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif dan kebutuhan air tanaman (Handoko, 1992). PROSEDUR PERCOBAAN Alat dan Bahan Yang digunakan dalam pratikum klasifikasi iklim ini adalah data curah hujan pada daerah Cisarua. Cara Kerja 1. Dari data curah hujan yang tersedia, dihitung berapa banyak bulan kering (BK), bulan basah (BB), dan bulan lembab (BL) dengan menggunakan klasifikasi iklim Scmidth-Ferguson. 2. Kemudian data yang telah didapat dimasukkan kedalam rumus rata-rata bulan kering (BK) untuk jumlah bulan kering, rata-rata bulan basah (BB) untuk jumlah bulan basah dan rata-rata bulan lembab (BL) untuk jumlah bulan lembab. 3. Dari data yang diperoleh, dicari nilai Q dan kemudian dilihat segitiga penentuan tipe iklim dan dicatat hasilnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan Data curah hujan dari tahun 1994 sampai 2003 di Cisarua TAHUN Bulan 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 mm Januari 280 178 221 137 114 190 238 284 294 46 Februari 268 128 211 190 223 137 90 129 111 228 Maret 154 192 196 106 290 18 176 174 151 226 April 148 164 177 167 264 117 229 128 175 119 Mei 80 104 44 191 164 135 146 118 28 78 Juni 15 104 42.2 0 145 14 51 50 116 18 Juli 0 42 72 20 47 26 26 54 96 2 Agustus 10 3 40 0 61 28 27 62 10 15 September 40 27 75 3 99 0.6 27 62 0 51 Oktober 7 104 236 13 166 195 122 192 13 183 November 142 279 349 133 120 280 181 245 190 190 Desember 188 84 203 258 132 146 78 32 221 200 Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Jumlah BK < 60 mm 5 3 3 5 1 4 4 4 4 5 38 BL 60-100 mm 1 1 2 0 2 0 2 1 1 1 11 BB > 100 mm 6 8 7 7 9 8 6 7 7 6 71
Jumlah 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Klasifikasi Iklim Scmidth-Ferguson
Masukkan ke rumus :
Kesimpulan :
Karena nilai Q = 53 % maka daerah Cisarua memiliki tipe iklim C, yaitu derah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
Pembahasan
Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang.
Klasifikasi Iklim Scmidth – Ferguson dapat menentukan tipe iklim Kabupaten Cisarua berdasarkan data curah hujan Kabupaten tersebut. Untuk menentukan tipe iklim tersebut, maka harus dihitung terlebih dahulu rata – rata Bulan Kering (BK), Bulan Lembab (BL), dan Bulan Basah (BB) yang terdapat pada data curah hujan Kabupaten tersebut. Berdasarkan pada data Kabupaten Cisarua, maka didapat rata – rata BK Kabupaten Cisarua adalah 3,8 mm, rata-rata BL Kabupaten Cisarua adalah 1,1 mm dan rata – rata BB Kabupaten Cisarua adalah 7,1 mm. Agar tipe iklim Kabupaten Cisarua diketahui, maka rata- rata Bulan Kering (BK) Kabupaten Cisarua dibagi dengan rata – rata Bulan Basah (BB) kemudian dikalikan 100% sehingga Q Kabupaten tersebut didapat 53 %. Maka hasil yang telah diperoleh tersebut menunjukkan bahwa iklim Kabupaten Cisarua cocok dengan klasifikasi iklim model segitiga Scmidth – Ferguson dan memiliki tipe iklim C daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
KESIMPULAN
Dari data hasil pengamatan yang sudah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1. Nilai Q = 53% dilihat di segitiga Scmidth-Ferguson, sehingga di dapat dari tabel memiliki tipe iklim C ( 0,333 < Q < 0,600 ) yaitu daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau, misal jati.
2. Rerata Klasifikasi Scmidth yang tertinggi 211 bulan November. Dan yang terendah 23 di bulan Agustus.
3. Dari data curah hujan dari tahun 1994 sampai 2003 jumlah rata-rata bulan basah (BB) 7,1, bulan kering (BK) 3,8 dan bulan lembab (BL) 1,1.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko. 1992. Klimatologi dasar . Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB : Bogor.
Laimeheriwa, Samuel. 2002. Pengembangan Komoditas Pertanian Berdasarkan
Pendekatan Iklim. IPB : Bogor.
Nasir, A.A. 2001. Iklim dan Produksi Tanaman. Jurusan Geometeorologi. FMIPA
IPB : Bogor
ANALISIS NERACA AIR LAHAN
Laporan Praktikum Agroklimatologi
Hari
ANALISIS NERACA AIR LAHAN
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
NIM : 090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah air di suatu luasan tertentu hamparan permukaan bumi dipengaruhi oleh masukan (input) dan keluaran (out put) yang terjadi. Pertimbangan antara masukan dan keluaran air disuatu tempat dikenal sebagai neraca air (water balance), dan nilainya berubah-ubah dari waktu kewaktu. Penyusunan neraca air di suatu tempat dan pada periode dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto air yang diperoleh sehingga dapat di upayakan pemanfaatan sebaik mungkin.
Kebenaran suatu perhitungan neraca air sangat tergantung pada pertambahan waktu yang dipertimbangkan. Sebagai patokan, evapotranpirasi tekanan normal dapat dihitung secara meyakinkan sebagai perbedaan antara hujan dan aliran rata-rata jangka panjang, karena perubahan simpanan dalam periode tahunan yang panjang tak dapat dihitung.
Air merupakan bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam jumlah cukup dan pada saat yang tepat. Kelebihan ataupun kekurangan air mudah menimbulkan bencana. Tanaman yang mengalami kekeringan akan berdampak penurunan kualitas ataupun gagal panen. Klebihan air dapat menimbulkan pencucian hara, erosi ataupun banjir yang memungkinkan galgal panen.
Pengukuran langsung atas penguapan pada kondisi lapangan tidaklah layak bila dibandingkan dengan apa yang dapat dilakukan untuk mengukur tinggi permukaan air sungai, curah hujan dan sebagainya. Sebagai konsekuensinya, berbagai teknik telah di buat untuk menentukan atau memperkirakan pengangkutan uap air kepermukaan air. Pendekatan yang paling nyata menyangkut perhitungan neraca air.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratikum ini untuk mengetahui cara menganalisis neraca air lahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Penerapan neraca dilapangan hanya memberikan hasil yang memuaskan pada kondisi ideal yang sesungguhnya jarang dicapai. Pengukuran per lokasi yang tepat adalah tidak mungkin dan kesalahan yang diakibatkan cenderung berakumulasi. Bila muka air tanah berada sangat dalam, pendangkalan oleh lumpur mungkin tidak dapat dihitung, pengukuran kelengasan tanah menjadi sumber utama kesalahannya yang tidak disengaja dalam alam tetapi cukup besar menghambat perhitungan evapotranspirasi jangka pendek (Kohler, 1996).
Inventarisasi berbagai potensi alam termasuk faktor pembatas yang mungkin ada untuk menentukan kemampuan wilayah dan berbagai komoditas serta teknologi yang akan diterapkan merupakan tahapan perencanaan pembangunan pertanian. Iklim merupakan salah satu potensi alam, namun pada kondisi tertentu dianggap sebagai faktor pembatas. Unsur iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban sering menjadi faktor yang dapat menurunkan tingkat kesesuaian lahan ditingkat atas, karena sifatnya permanen dan sulit di modifikasi, akibatnya dapat menutup peluang untuk pengembangan bagi komoditas tertentu. Penggunaan perhitungan neraca air lahan yang sekaligus menyajikan periode musim hujan atau kemarau, diharapkan dapat mencegah kesalahan yang mungkin terjadi dalam penetapan pola tanam (Abujamin, 2000).
Lahan kering ditandai adanya sumber air untuk pertanian berasal dari curah hujan saja, sedangkan iklim kering dibtasi adanya jumlah curah hujan pertahun kurang dari 2000 mm. Sebaran dan tinggi hujan dilahan kering sangat menentukan periode pola tanam dalam setahun. Karakteristik curah hujan dilahan kering bersifat eretik yaitu deras, singkat dan sulit di duga. Munculnya sumber air di musim kering dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti jenis tanah, iklim dan pengelolaan lahan oleh manusia. Pengelolaan lahan oleh manusia merupakan salah satu model pola tanam (Sarjiman, 2005).
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat dan Bahan :
1. Data curah hujan ( CH )
2. Evapotranspirasi potensial ( ETP )
3. Kandungan air pada tingkat kapasitas lapang ( KL )
4. Kandungan air pada tingkat titik layu permanen ( TLP )
Cara Kerja
1. Kolom curah hujan (CH)
Diisi dengan data CH rata-rata bulanan atau CH dengan peluang tertentu, yang mewakili seluruh lahan.
2. Evapotranspirasi potensial (ETP)
Diisi dengan nilai ETP standar ( rumput ) dari stasiun setempat atau yang terdekat dengan menggunakan silimeter.
3. Kolom CH – ETP
Diisi dengan nilai hasil dua kolom diatasnya.
4. Kolom akumulasi potensial untuk penguapan
(APWL = Accumulation of Potential Water Lost). Diisi dengan penjumlahan nilai CH – ETP yang negatif secara berurutan bulan demi bulan.
5. Kandungan Air Tanah ( KAT )
Pertama ditentukan kapasitas lapang air (KL) karena nilai tersebut merupakan KAT maksimum. Isi nilai KAT pada bulan dimana terjadi APWL. Kolom KAT bulan pertama dimana CH – ETP bernilai positif diisi dengan :
KAT = KATterakhir + CH – ETP.
6. Perubahan KAT ( dKAT )
Nilai dKAT dari suatu bulan tersebut dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai dKAT positif menyatakan terjadinya perubahan kandungan air didalam tanah. Keadaan tersebut berlangsung pada periode musim hujan.
Penambahan berhenti (dKAT = 0) setelah KL tercapai, sebaliknya bila CH menurun hingga nilainya kurang dari ETP, maka seluruh CH akan dievapotranspirasikan. Demikian pula sebagian KAT akan dihisap kepermukaan tanah untuk maksud yang sama. Pada saat tersebut dKAT menjadi negatif.
7. Evapotranspirasi Aktual (ETA)
Pada bulan – bulan dimana CH lebih kecil dari ETP, maka berlangsung ETA = CH + [dKAT] karena seluruh air hujan di evapotranspirasikan bersama – sama dengan air yang ditarik dari dalam tanah. Pada bulan-bulan dimana CH melebihi ETP maka ETA = ETP karena nilai ETA mencapai maksimum.
8. Defisit ( D )
Arti D adalah berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga
D = ETP – ETA dan berlangsung dibulan-bulan yang termasuk musim kemarau.
9. Surplus ( S )
Surplus adalah kelebihan air (CH > ETP), dimana S = CH – ETP – dKAT dan berlangsung selama musim hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Data hasil pengamatan analisis neraca air lahan adalah sebagai berikut : Tabel 1. Neraca Air Bulanan
KL = 300 TLP = 100
Unsur (mm) Bulan Setahun
J F M A M J J A S O N D
CH 168 104 110 172 40 16 2 9 16 47 66 123 873
ETP 27 30 29 30 35 31 30 32 38 40 39 33 394
CH-ETP 141 74 81 142 5 -15 -28 -23 -22 7 27 90 479
APWL -15 -43 -66 -88
KAT 300 300 300 300 300 285 260 240 223 230 257 300 3295
dKAT 0 0 0 0 0 -15 -25 -20 -17 -7 27 43
ETA 27 30 29 30 35 31 27 29 33 40 39 33 393
Defisit 0 0 0 0 0 0 3 3 5 0 0 0 11
surflus 141 74 81 142 5 0 0 0 0 0 0 47 504
Pembahasan
Dari tabel di atas dapat di buat grafik neraca air sebagai berikut :
Gambar 1. Neraca Air Lahan A
A : Curah Hujan, ETP, ETA
Grafik 2. Neraca Air Lahan B
B:Surplus, KAT dan Defisit Air Tanah terhadap TLP.
Dari gambar 1 dan 2 dapat memberikan informasi berharga untuk berbagai kepentingan baik sebagai perencanaan pertanaman maupun operasional di lapangan. Di antaranya di dapat informasi sebagai berikut :
1. Nilai ETP tiap bulan dan jumlahnya dalam setahun ditunjukkan pada garis ke-2 pada tabel 1.
2. Kejadian cekaman air (strees air defisit air) dapat di tunjukkan pada tabel 1 juga pada gambar 1 (dibawah garis ETP dan diatas garis ETA).
3. Periode pemakaian air tanah akibat defisit air dapat terlihat pada gambar 1 (dibawah garis ETA dan diatas garis CH).
4. Periode pengisian air tanah (Recharge) tergambar pada gambar 1 setelah CH > ETP luasnya sama dengan luas pemakaian air tanah. Hal ini dapat di jelaskan bahwa pada saat CH besar pertama kali tanah akan di isi untuk menggantikan pemakaian air tanah sebelum surplus terjadi.
5. Periode surplus adalah periode CH > ETP (ETA) dimana recharge telah terpenuhi.
6. Gambar 2 menjelaskan bahwa kondisi air tanah tersedia bagi tanaman. Surplus saat CH > KL air yang ada tidak mampu lagi ditampung oleh lahan sehingga menjadi sumber runoff (Ro). Kondisi air tanah antara KL dan TLP tersedia bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Tanah dibawah TLP merupakan periode penyiraman atau lahan diberakan.
7. Dari informasi dapat disusun rencana kegiatan pertanaman selama satu tahun mulai dari penyiapan lahan pada periode mendekati surplus serta masa panen pada peride defisit.
Dari grafik diatas, juga dapat kita lihat bahwa surplus terjadi sejak bulan Januari hingga bulan Mei. Surplus merupakan kelebihan air dimana nilai curah hujan (CH) lebih besar dari pada penguapan / evapotranspirasi potensial (ETP). Surplus air terjadi selama musim hujan.
Selama bulan Januari hingga Mei, nilai CH selalu lebih besar dari pada nilai ETP. ETA mencapai nilai maksimum. Karena itu, ETA = ETP. Pada bulan juni hingga September, nilai CH lebih kecil dari pada ETP. Ini berarti seluruh air hujan di evapotranspirasikan bersama-sama dengan air yang ditarik dari tanah. Pada bulan Oktober hingga Desember, nilai CH kembali lebih besar dari pada nilai ETP. Dan ETA kembali mencapai nilai maksimum.
Pemakaian air tanah karena terjadinya defisit air digambarkan terletak dibawah garis ETA dan diatas garis CH. Air tanah digunakan ketika penguapan lebih banyak daripada curah hujan. Pengisian air tanah (recharge) terjadi setelah CH > ETP, pada saat CH besar pertama kali tanah akan di isi untuk menggantikan pemakaian air tanah sebelum surplus terjadi.
Pada grafik lahan B, pada bulan Juni sampai November terjadinya pemakaian air tanah karena nilai KAT sama nilainya dengan KL. Selain dari pada itu tidak terjadi surplus dan curah hujan. Dalam jangka waktu 12 bulan, nilai curah hujan (CH) selalu lebih kecil dari pada nilain kandungan air tanah (KAT). Apabila suatu waktu nilai CH lebih besar dari pada nilai KAT, maka akan terjadi kelebihan air dengan nilai tertentu (selisih antara CH dan KAT) yang mengakibatkan terjadinya Runoff. pada kejadian seperti itu, kelebihan air akan menjadiair permukaan.
KESIMPULAN
Dari data hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Surplus terjadi dalam jangka waktu bulan Januari hingga Mei sedangkan defisit terjadi dari bulan juni hingga september.
2. Untuk melakukan penanaman sebaiknya dilakukan pada periode surplus serta panen dilakukan pada periode defisit.
3. Pada bulan juni hingga september, seluruh air hujan mengalami evapotranspirasi karena CH < ETP.
4. Pada periode defisit perlu dilakukan penyiraman.
5. Neraca air bulanan pada grafik pertama surflus terjadi pada bulan Januari sampai bulan Mei.
DAFTAR PUSTAKA
Abujamin, A. 2000. Penentuan Terjadi Neraca Air Agroklimatologi . FMIPA IPB : Bogor.
Kohler, Max. 1996. Hidrologi untuk insinyur. Erlangga : Jakarta.
Sarjiman. 2005. Analisis Neraca Air Lahan Kering untuk Mendukung Pola
Tanam. PT. Gelora Aksara Pratama : Jakarta.
Hari
ANALISIS NERACA AIR LAHAN
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
NIM : 090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah air di suatu luasan tertentu hamparan permukaan bumi dipengaruhi oleh masukan (input) dan keluaran (out put) yang terjadi. Pertimbangan antara masukan dan keluaran air disuatu tempat dikenal sebagai neraca air (water balance), dan nilainya berubah-ubah dari waktu kewaktu. Penyusunan neraca air di suatu tempat dan pada periode dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto air yang diperoleh sehingga dapat di upayakan pemanfaatan sebaik mungkin.
Kebenaran suatu perhitungan neraca air sangat tergantung pada pertambahan waktu yang dipertimbangkan. Sebagai patokan, evapotranpirasi tekanan normal dapat dihitung secara meyakinkan sebagai perbedaan antara hujan dan aliran rata-rata jangka panjang, karena perubahan simpanan dalam periode tahunan yang panjang tak dapat dihitung.
Air merupakan bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam jumlah cukup dan pada saat yang tepat. Kelebihan ataupun kekurangan air mudah menimbulkan bencana. Tanaman yang mengalami kekeringan akan berdampak penurunan kualitas ataupun gagal panen. Klebihan air dapat menimbulkan pencucian hara, erosi ataupun banjir yang memungkinkan galgal panen.
Pengukuran langsung atas penguapan pada kondisi lapangan tidaklah layak bila dibandingkan dengan apa yang dapat dilakukan untuk mengukur tinggi permukaan air sungai, curah hujan dan sebagainya. Sebagai konsekuensinya, berbagai teknik telah di buat untuk menentukan atau memperkirakan pengangkutan uap air kepermukaan air. Pendekatan yang paling nyata menyangkut perhitungan neraca air.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratikum ini untuk mengetahui cara menganalisis neraca air lahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Penerapan neraca dilapangan hanya memberikan hasil yang memuaskan pada kondisi ideal yang sesungguhnya jarang dicapai. Pengukuran per lokasi yang tepat adalah tidak mungkin dan kesalahan yang diakibatkan cenderung berakumulasi. Bila muka air tanah berada sangat dalam, pendangkalan oleh lumpur mungkin tidak dapat dihitung, pengukuran kelengasan tanah menjadi sumber utama kesalahannya yang tidak disengaja dalam alam tetapi cukup besar menghambat perhitungan evapotranspirasi jangka pendek (Kohler, 1996).
Inventarisasi berbagai potensi alam termasuk faktor pembatas yang mungkin ada untuk menentukan kemampuan wilayah dan berbagai komoditas serta teknologi yang akan diterapkan merupakan tahapan perencanaan pembangunan pertanian. Iklim merupakan salah satu potensi alam, namun pada kondisi tertentu dianggap sebagai faktor pembatas. Unsur iklim seperti curah hujan, suhu dan kelembaban sering menjadi faktor yang dapat menurunkan tingkat kesesuaian lahan ditingkat atas, karena sifatnya permanen dan sulit di modifikasi, akibatnya dapat menutup peluang untuk pengembangan bagi komoditas tertentu. Penggunaan perhitungan neraca air lahan yang sekaligus menyajikan periode musim hujan atau kemarau, diharapkan dapat mencegah kesalahan yang mungkin terjadi dalam penetapan pola tanam (Abujamin, 2000).
Lahan kering ditandai adanya sumber air untuk pertanian berasal dari curah hujan saja, sedangkan iklim kering dibtasi adanya jumlah curah hujan pertahun kurang dari 2000 mm. Sebaran dan tinggi hujan dilahan kering sangat menentukan periode pola tanam dalam setahun. Karakteristik curah hujan dilahan kering bersifat eretik yaitu deras, singkat dan sulit di duga. Munculnya sumber air di musim kering dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti jenis tanah, iklim dan pengelolaan lahan oleh manusia. Pengelolaan lahan oleh manusia merupakan salah satu model pola tanam (Sarjiman, 2005).
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat dan Bahan :
1. Data curah hujan ( CH )
2. Evapotranspirasi potensial ( ETP )
3. Kandungan air pada tingkat kapasitas lapang ( KL )
4. Kandungan air pada tingkat titik layu permanen ( TLP )
Cara Kerja
1. Kolom curah hujan (CH)
Diisi dengan data CH rata-rata bulanan atau CH dengan peluang tertentu, yang mewakili seluruh lahan.
2. Evapotranspirasi potensial (ETP)
Diisi dengan nilai ETP standar ( rumput ) dari stasiun setempat atau yang terdekat dengan menggunakan silimeter.
3. Kolom CH – ETP
Diisi dengan nilai hasil dua kolom diatasnya.
4. Kolom akumulasi potensial untuk penguapan
(APWL = Accumulation of Potential Water Lost). Diisi dengan penjumlahan nilai CH – ETP yang negatif secara berurutan bulan demi bulan.
5. Kandungan Air Tanah ( KAT )
Pertama ditentukan kapasitas lapang air (KL) karena nilai tersebut merupakan KAT maksimum. Isi nilai KAT pada bulan dimana terjadi APWL. Kolom KAT bulan pertama dimana CH – ETP bernilai positif diisi dengan :
KAT = KATterakhir + CH – ETP.
6. Perubahan KAT ( dKAT )
Nilai dKAT dari suatu bulan tersebut dikurangi KAT bulan sebelumnya. Nilai dKAT positif menyatakan terjadinya perubahan kandungan air didalam tanah. Keadaan tersebut berlangsung pada periode musim hujan.
Penambahan berhenti (dKAT = 0) setelah KL tercapai, sebaliknya bila CH menurun hingga nilainya kurang dari ETP, maka seluruh CH akan dievapotranspirasikan. Demikian pula sebagian KAT akan dihisap kepermukaan tanah untuk maksud yang sama. Pada saat tersebut dKAT menjadi negatif.
7. Evapotranspirasi Aktual (ETA)
Pada bulan – bulan dimana CH lebih kecil dari ETP, maka berlangsung ETA = CH + [dKAT] karena seluruh air hujan di evapotranspirasikan bersama – sama dengan air yang ditarik dari dalam tanah. Pada bulan-bulan dimana CH melebihi ETP maka ETA = ETP karena nilai ETA mencapai maksimum.
8. Defisit ( D )
Arti D adalah berkurangnya air untuk dievapotranspirasikan sehingga
D = ETP – ETA dan berlangsung dibulan-bulan yang termasuk musim kemarau.
9. Surplus ( S )
Surplus adalah kelebihan air (CH > ETP), dimana S = CH – ETP – dKAT dan berlangsung selama musim hujan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Data hasil pengamatan analisis neraca air lahan adalah sebagai berikut : Tabel 1. Neraca Air Bulanan
KL = 300 TLP = 100
Unsur (mm) Bulan Setahun
J F M A M J J A S O N D
CH 168 104 110 172 40 16 2 9 16 47 66 123 873
ETP 27 30 29 30 35 31 30 32 38 40 39 33 394
CH-ETP 141 74 81 142 5 -15 -28 -23 -22 7 27 90 479
APWL -15 -43 -66 -88
KAT 300 300 300 300 300 285 260 240 223 230 257 300 3295
dKAT 0 0 0 0 0 -15 -25 -20 -17 -7 27 43
ETA 27 30 29 30 35 31 27 29 33 40 39 33 393
Defisit 0 0 0 0 0 0 3 3 5 0 0 0 11
surflus 141 74 81 142 5 0 0 0 0 0 0 47 504
Pembahasan
Dari tabel di atas dapat di buat grafik neraca air sebagai berikut :
Gambar 1. Neraca Air Lahan A
A : Curah Hujan, ETP, ETA
Grafik 2. Neraca Air Lahan B
B:Surplus, KAT dan Defisit Air Tanah terhadap TLP.
Dari gambar 1 dan 2 dapat memberikan informasi berharga untuk berbagai kepentingan baik sebagai perencanaan pertanaman maupun operasional di lapangan. Di antaranya di dapat informasi sebagai berikut :
1. Nilai ETP tiap bulan dan jumlahnya dalam setahun ditunjukkan pada garis ke-2 pada tabel 1.
2. Kejadian cekaman air (strees air defisit air) dapat di tunjukkan pada tabel 1 juga pada gambar 1 (dibawah garis ETP dan diatas garis ETA).
3. Periode pemakaian air tanah akibat defisit air dapat terlihat pada gambar 1 (dibawah garis ETA dan diatas garis CH).
4. Periode pengisian air tanah (Recharge) tergambar pada gambar 1 setelah CH > ETP luasnya sama dengan luas pemakaian air tanah. Hal ini dapat di jelaskan bahwa pada saat CH besar pertama kali tanah akan di isi untuk menggantikan pemakaian air tanah sebelum surplus terjadi.
5. Periode surplus adalah periode CH > ETP (ETA) dimana recharge telah terpenuhi.
6. Gambar 2 menjelaskan bahwa kondisi air tanah tersedia bagi tanaman. Surplus saat CH > KL air yang ada tidak mampu lagi ditampung oleh lahan sehingga menjadi sumber runoff (Ro). Kondisi air tanah antara KL dan TLP tersedia bagi tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Tanah dibawah TLP merupakan periode penyiraman atau lahan diberakan.
7. Dari informasi dapat disusun rencana kegiatan pertanaman selama satu tahun mulai dari penyiapan lahan pada periode mendekati surplus serta masa panen pada peride defisit.
Dari grafik diatas, juga dapat kita lihat bahwa surplus terjadi sejak bulan Januari hingga bulan Mei. Surplus merupakan kelebihan air dimana nilai curah hujan (CH) lebih besar dari pada penguapan / evapotranspirasi potensial (ETP). Surplus air terjadi selama musim hujan.
Selama bulan Januari hingga Mei, nilai CH selalu lebih besar dari pada nilai ETP. ETA mencapai nilai maksimum. Karena itu, ETA = ETP. Pada bulan juni hingga September, nilai CH lebih kecil dari pada ETP. Ini berarti seluruh air hujan di evapotranspirasikan bersama-sama dengan air yang ditarik dari tanah. Pada bulan Oktober hingga Desember, nilai CH kembali lebih besar dari pada nilai ETP. Dan ETA kembali mencapai nilai maksimum.
Pemakaian air tanah karena terjadinya defisit air digambarkan terletak dibawah garis ETA dan diatas garis CH. Air tanah digunakan ketika penguapan lebih banyak daripada curah hujan. Pengisian air tanah (recharge) terjadi setelah CH > ETP, pada saat CH besar pertama kali tanah akan di isi untuk menggantikan pemakaian air tanah sebelum surplus terjadi.
Pada grafik lahan B, pada bulan Juni sampai November terjadinya pemakaian air tanah karena nilai KAT sama nilainya dengan KL. Selain dari pada itu tidak terjadi surplus dan curah hujan. Dalam jangka waktu 12 bulan, nilai curah hujan (CH) selalu lebih kecil dari pada nilain kandungan air tanah (KAT). Apabila suatu waktu nilai CH lebih besar dari pada nilai KAT, maka akan terjadi kelebihan air dengan nilai tertentu (selisih antara CH dan KAT) yang mengakibatkan terjadinya Runoff. pada kejadian seperti itu, kelebihan air akan menjadiair permukaan.
KESIMPULAN
Dari data hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Surplus terjadi dalam jangka waktu bulan Januari hingga Mei sedangkan defisit terjadi dari bulan juni hingga september.
2. Untuk melakukan penanaman sebaiknya dilakukan pada periode surplus serta panen dilakukan pada periode defisit.
3. Pada bulan juni hingga september, seluruh air hujan mengalami evapotranspirasi karena CH < ETP.
4. Pada periode defisit perlu dilakukan penyiraman.
5. Neraca air bulanan pada grafik pertama surflus terjadi pada bulan Januari sampai bulan Mei.
DAFTAR PUSTAKA
Abujamin, A. 2000. Penentuan Terjadi Neraca Air Agroklimatologi . FMIPA IPB : Bogor.
Kohler, Max. 1996. Hidrologi untuk insinyur. Erlangga : Jakarta.
Sarjiman. 2005. Analisis Neraca Air Lahan Kering untuk Mendukung Pola
Tanam. PT. Gelora Aksara Pratama : Jakarta.
Senin, 09 Mei 2011
GLOBAL WARMING
Laporan Praktikum Agroklimatologi
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
GLOBAL WARMING
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) pada dsarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ketahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitroksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5-40 celsius pada abad 21.
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es dikutub. Kenaikan muka laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-Ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti sarana jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap pemungkiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb.
Semua berawal dari karbondioksida (CO2) yang manusia keluarkan tiap hari ke atmosfir, sebut saja asap kendaraan, pabrik-pabrik, pembangkit listrik minyak dan batubara, pembakaran hutan dan lahan, pertanian hingga energi panas yang dikeluarkan oleh alat-alat listrik yang ada dirumah kita, Tv, setrika, komputer dsb. CO2 itu akan terus berada didalam atmosfer Bumi sehingga panas Matahari yang dipancarkan kebumi akan terperangkap didalam atmosfer (tidak bisa dipantulkan keluar kembali) karena molekul-molekul CO2 bersifat memerangkap dan memantulkan panas. Hasilnya panas akan tertahan lebih lama dilangit Bumi, yang akan menyebabkan iklim berubah. Itulah disebut efek rumah kaca.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Effendy (2001) salah satu akibat dari penyimpangan iklim adalah terjadinya fenomena El-Nino dan La-Nina. Fenomena El-Nino menyebabkan penurunan jumlah curah hujan dibawah normal untuk beberapa daerah di indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat fenomena La-Nina berlangsung.
Global warning terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Sinar matahari yang dipancarkan ke bumi sebagian besar akan dikembalikan lagi ke atmosfer. Karena adanya gas-gas rumah kaca, maka sinar matahari yang seharusnya dikembalikan ke atmosfer tersebut akan dipantulkan kembali kebumi, pemantulan inilah yang menyebabkan tempertaur meningkat (Hamit, 2008).
Gas tersebut antara lain karbon dioksida (CO2), metena (CH4), nitrooksida (N2O), (CFCs), (HFCs), dan \ (SF6). Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi akibatnya panas tersebut akan tersimpan dipermukaan bumi. Jadi dapat dijelaskan bahwa pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperature rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi (Susanta dkk, 2007).
Dengan meningkatnya tempertaure global dapat dipastikan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahab-perubahan seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presitipasi (Hamit, 2008).
Green revolution merupakan cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida diudara yakni dengan menanam tanaman dalam jumlah banyak dan memeliharanya. Tanaman akan menyerap karbon dioksida untuk proses fotosintesis dan akan melepaskan oksigen keudara. Upaya reboisasi hutan merupakan langkah yang cepat untuk mengimbangkan semakin bertambahnya gas rumah kaca (Susanta, dkk, 2007).
PENGERTIAN GLOBAL WARMING
Pengertian
Pemanasan global atau global warning adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfir, laut, daratan bumi. Pemansan global ini merupakan gejala alam yang bersifat normal. Tetapi pembakaran bahan bakar fosil yang berlebihan menyebabkan pemanasan global secara berlebihan.
Radiasi sinar matahari menyebabkan bumi menjadi hangat. Panas yang masuk ke bumi ini kemudian dipantulkan kembali. tetapi tidak semua panas dapat diteruskan oleh lapisan gas rumah kaca. Sebagian panas bertahan dan dipantulkan kembali ke bumi yang dinamakan dengan peristiwa efek rumah kaca.
Pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca meningkat. Akibatnya semakin sedikit panas yang bisa iteruskan oleh lapisan rumah kaca. Suhu bumipun semakin meningkat, meningkatnya suhu global diperkirakan bisa menyebabkan perubahan-perubahan lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim serta perubahan jumlah dan pola pretipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yag lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya glester, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi dimasa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk berdaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintah di dunia telah menandatangani dan meratifikasi protokol kyoto, yang mengarah pada pengurangan gas-gas rumah kaca.
PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL
Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut terbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkas luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfir bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, CO2, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan dipermukaan bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsenterasi gas-gas ini di atmosfir, semakin banyak panas terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi. Jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 oC sehingga es akan menutupi akan menutupi seluruh permukaan bumi. Namun sebaliknya, apabila gas-gas tersebut berlebihan di atmosfir mengakibatkan pemanasan global.
Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfir. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut yang menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya bernampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfir.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi umpan merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam laporan pandangan IPCC ke empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam sebuah model yang digunakan dalam laporan pandangan IPCC ke empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan yang menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO¬2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunnya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
Selain dari efek rumah kaca dan umpan balik, juga berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Ada sepuluh dampak global warning, yaitu:
1. Lapisan es yang kian menipis
Ada yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan parapecinta lingkungan. Ada yang bilang itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita sudah mengalaminya.
2. Kebakaran hutan besar-besaran
Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.
3. Situs purbakala cepat rusak
Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam, banjir, suhu, yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar belum lama ini. Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah kutub. Riset di sekitar sumber air yang hilang tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.
4. Mekarnya tumbuhan di Kutub Utara
Saat pelelehan kutub utara memicu problem pada tanaman dan hewan di daratan yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan sinar matahari terbenam pada biodata kutub utara. Tanaman disitu yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.
5. Habitat makhluk hidup pindah kedaratan lebih tinggi
Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebih tinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke daratan lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.
6. Peningkatan kasus alergi
Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di mata saat musim semi, maka salahkanlah pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma dikalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola hidup dan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak serbuk sari.
Pengendalian Pemanasan Global
a. Ketinggian gunung berkurang
Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es dipuncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat kembali.
b. Satelit bergerak lebih cepat
Emisi karbondioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara dibagian terluar atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumlah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.
c. Hanya yang terkuat yang bertahan
Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya makhluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementara mereka yang lebih tungkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua makhluk hidup termasuk manusia.
d. Pelelehan besar-besaran
Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gunung es, tetapi juga semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.
e. Keganjilan di daerah kutub
Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang didiskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan. Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara.
Ada beberapa cara utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Salah satunya sebagai berikut :
• Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Terutama pohon yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di banyak area, tanaman yang tumbuh sedikit sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan laut. Injeksi juga dapat dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti di dalam sumur minyak, lapisan batubara atau equifer. Hal ini telah dilakukan dimana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke equifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
KESIMPULAN
Hal yang dapat kita simpulkan mengenai global warming adalah :
1. Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit.
2. Pemanasan global merupakan perubahan suhu yang terjadi di atmosfer, laut dan darat.
3. Penyebab pemanasan global antara lain efek dari rumah kaca dan umpan balik.
4. Dampak dari global warming, menipisnya es, kebakaran hutan, ketinggian gunung berkurang, satelit bergerak cepat, pengukuran kasus alergi.
5. Cara untuk mengurangi global warming, yaitu dengan cara menghilangkan karbon, dan menanam pohon sebanyak mungkin untuk menekan tingginya peningkatan CO2.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, 2001. Pemanasan Global, Erlangga, Jakarta.
Hamit, 2008. Pemanasan Global dan Teman-temannya. (Online), (http://hmit.wordpress.com/2008/02/11/pemanasan-global-dan-teman-temannya/...), diakses tanggal 30 Januari 2010.
Hamit, 2008. Pemanfaatan Sampah sebagai Upaya Mengurangi Pemanasan Global. (Online), (http://hmit.wordpress.com/2008/02/18/pemanfaatan-sampah-sebagai-upaya-mengurangi-pemanasan-global/...), diakses tanggal 30 Januari 2010.
Manurung, Perluhutan, 2008. Ancaman Global Warming Kian Nyata. (Online), (http://www.ristek.go.id/?module=news&id=2950) diakses tanggal 30 Januari 2010.
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
KUMPULAN LAPORAN
AGROKLIMATOLOGI
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
GLOBAL WARMING
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) pada dsarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ketahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitroksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terperangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur global termasuk indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5-40 celsius pada abad 21.
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik (seperti pelelehan es dikutub. Kenaikan muka laut, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas sosial-Ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti sarana jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap pemungkiman penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan wabah penyakit, dsb.
Semua berawal dari karbondioksida (CO2) yang manusia keluarkan tiap hari ke atmosfir, sebut saja asap kendaraan, pabrik-pabrik, pembangkit listrik minyak dan batubara, pembakaran hutan dan lahan, pertanian hingga energi panas yang dikeluarkan oleh alat-alat listrik yang ada dirumah kita, Tv, setrika, komputer dsb. CO2 itu akan terus berada didalam atmosfer Bumi sehingga panas Matahari yang dipancarkan kebumi akan terperangkap didalam atmosfer (tidak bisa dipantulkan keluar kembali) karena molekul-molekul CO2 bersifat memerangkap dan memantulkan panas. Hasilnya panas akan tertahan lebih lama dilangit Bumi, yang akan menyebabkan iklim berubah. Itulah disebut efek rumah kaca.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Effendy (2001) salah satu akibat dari penyimpangan iklim adalah terjadinya fenomena El-Nino dan La-Nina. Fenomena El-Nino menyebabkan penurunan jumlah curah hujan dibawah normal untuk beberapa daerah di indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat fenomena La-Nina berlangsung.
Global warning terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca. Sinar matahari yang dipancarkan ke bumi sebagian besar akan dikembalikan lagi ke atmosfer. Karena adanya gas-gas rumah kaca, maka sinar matahari yang seharusnya dikembalikan ke atmosfer tersebut akan dipantulkan kembali kebumi, pemantulan inilah yang menyebabkan tempertaur meningkat (Hamit, 2008).
Gas tersebut antara lain karbon dioksida (CO2), metena (CH4), nitrooksida (N2O), (CFCs), (HFCs), dan \ (SF6). Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi akibatnya panas tersebut akan tersimpan dipermukaan bumi. Jadi dapat dijelaskan bahwa pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperature rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi (Susanta dkk, 2007).
Dengan meningkatnya tempertaure global dapat dipastikan akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahab-perubahan seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presitipasi (Hamit, 2008).
Green revolution merupakan cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida diudara yakni dengan menanam tanaman dalam jumlah banyak dan memeliharanya. Tanaman akan menyerap karbon dioksida untuk proses fotosintesis dan akan melepaskan oksigen keudara. Upaya reboisasi hutan merupakan langkah yang cepat untuk mengimbangkan semakin bertambahnya gas rumah kaca (Susanta, dkk, 2007).
PENGERTIAN GLOBAL WARMING
Pengertian
Pemanasan global atau global warning adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfir, laut, daratan bumi. Pemansan global ini merupakan gejala alam yang bersifat normal. Tetapi pembakaran bahan bakar fosil yang berlebihan menyebabkan pemanasan global secara berlebihan.
Radiasi sinar matahari menyebabkan bumi menjadi hangat. Panas yang masuk ke bumi ini kemudian dipantulkan kembali. tetapi tidak semua panas dapat diteruskan oleh lapisan gas rumah kaca. Sebagian panas bertahan dan dipantulkan kembali ke bumi yang dinamakan dengan peristiwa efek rumah kaca.
Pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca meningkat. Akibatnya semakin sedikit panas yang bisa iteruskan oleh lapisan rumah kaca. Suhu bumipun semakin meningkat, meningkatnya suhu global diperkirakan bisa menyebabkan perubahan-perubahan lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim serta perubahan jumlah dan pola pretipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yag lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya glester, dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi dimasa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk berdaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintah di dunia telah menandatangani dan meratifikasi protokol kyoto, yang mengarah pada pengurangan gas-gas rumah kaca.
PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL
Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut terbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba di permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkas luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfir bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, CO2, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan dipermukaan bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsenterasi gas-gas ini di atmosfir, semakin banyak panas terperangkap di bawahnya. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi. Jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 oC sehingga es akan menutupi akan menutupi seluruh permukaan bumi. Namun sebaliknya, apabila gas-gas tersebut berlebihan di atmosfir mengakibatkan pemanasan global.
Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfir. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut yang menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya bernampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfir.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi umpan merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam laporan pandangan IPCC ke empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam sebuah model yang digunakan dalam laporan pandangan IPCC ke empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi matahari. Hal ini akan menambah pemanasan yang menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO¬2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunnya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
Selain dari efek rumah kaca dan umpan balik, juga berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Ada sepuluh dampak global warning, yaitu:
1. Lapisan es yang kian menipis
Ada yang bilang pemanasan global itu hanya khayalan parapecinta lingkungan. Ada yang bilang itu sudah takdir. Ilmuwan juga masih pro dan kontra soal itu. Yang pasti, fenomena alam itu bisa dirasakan dalam 10 kejadian berikut ini. Dan yang pasti ini bukan imajinasi belaka, sebab kita sudah mengalaminya.
2. Kebakaran hutan besar-besaran
Bukan hanya di Indonesia, sejumlah hutan di Amerika Serikat juga ikut terbakar ludes. Dalam beberapa dekade ini, kebakaran hutan meluluhlantakan lebih banyak area dalam tempo yang lebih lama juga. Ilmuwan mengaitkan kebakaran yang merajalela ini dengan temperatur yang kian panas dan salju yang meleleh lebih cepat. Musim semi datang lebih awal sehingga salju meleleh lebih awal juga. Area hutan lebih kering dari biasanya dan lebih mudah terbakar.
3. Situs purbakala cepat rusak
Akibat alam yang tak bersahabat, sejumlah kuil, situs bersejarah, candi dan artefak lain lebih cepat rusak dibandingkan beberapa waktu silam, banjir, suhu, yang ekstrim dan pasang laut menyebabkan itu semua. Situs bersejarah berusia 600 tahun di Thailand, Sukhotai, sudah rusak akibat banjir besar belum lama ini. Hilangnya 125 danau di Kutub Utara beberapa dekade silam memunculkan ide bahwa pemanasan global terjadi lebih “heboh” di daerah kutub. Riset di sekitar sumber air yang hilang tersebut memperlihatkan kemungkinan mencairnya bagian beku dasar bumi.
4. Mekarnya tumbuhan di Kutub Utara
Saat pelelehan kutub utara memicu problem pada tanaman dan hewan di daratan yang lebih rendah, tercipta pula situasi yang sama dengan sinar matahari terbenam pada biodata kutub utara. Tanaman disitu yang dulu terperangkap dalam es kini tidak lagi dan mulai tumbuh. Ilmuwan menemukan terjadinya peningkatan pembentukan fotosintesis di sejumlah tanah sekitar dibanding dengan tanah di era purba.
5. Habitat makhluk hidup pindah kedaratan lebih tinggi
Sejak awal dekade 1900-an, manusia harus mendaki lebih tinggi demi menemukan tupai, berang-berang atau tikus hutan. Ilmuwan menemukan bahwa hewan-hewan ini telah pindah ke daratan lebih tinggi akibat pemanasan global. Perpindahan habitat ini mengancam habitat beruang kutub juga, sebab es tempat dimana mereka tinggal juga mencair.
6. Peningkatan kasus alergi
Sering mengalami serangan bersin-bersin dan gatal di mata saat musim semi, maka salahkanlah pemanasan global. Beberapa dekade terakhir kasus alergi dan asma dikalangan orang Amerika alami peningkatan. Pola hidup dan polusi dianggap pemicunya. Studi para ilmuwan memperlihatkan bahwa tingginya level karbondioksida dan temperatur belakangan inilah pemicunya. Kondisi tersebut juga membuat tanaman mekar lebih awal dan memproduksi lebih banyak serbuk sari.
Pengendalian Pemanasan Global
a. Ketinggian gunung berkurang
Tanpa disadari banyak orang, pegunungan Alpen mengalami penyusutan ketinggian. Ini diakibatkan melelehnya es dipuncaknya. Selama ratusan tahun, bobot lapisan es telah mendorong permukaan bumi akibat tekanannya. Saat lapisan es meleleh, bobot ini terangkat dan permukaan perlahan terangkat kembali.
b. Satelit bergerak lebih cepat
Emisi karbondioksida membuat planet lebih cepat panas, bahkan berimbas ke ruang angkasa. Udara dibagian terluar atmosfer sangat tipis, tapi dengan jumlah karbondioksida yang bertambah, maka molekul di atmosfer bagian atas menyatu lebih lambat dan cenderung memancarkan energi, dan mendinginkan udara sekitarnya. Makin banyak karbondioksida di atas sana, maka atmosfer menciptakan lebih banyak dorongan, dan satelit bergerak lebih cepat.
c. Hanya yang terkuat yang bertahan
Akibat musim yang kian tak menentu, maka hanya makhluk hidup yang kuatlah yang bisa bertahan hidup. Misalnya, tanaman berbunga lebih cepat tahun ini, maka migrasi sejumlah hewan lebih cepat terjadi. Mereka yang bergerak lambat akan kehilangan makanan, sementara mereka yang lebih tungkas, bisa bertahan hidup. Hal serupa berlaku bagi semua makhluk hidup termasuk manusia.
d. Pelelehan besar-besaran
Bukan hanya temperatur planet yang memicu pelelehan gunung es, tetapi juga semua lapisan tanah yang selama ini membeku. Pelelehan ini memicu dasar tanah mengkerut tak menentu sehingga menimbulkan lubang-lubang dan merusak struktur seperti jalur kereta api, jalan raya, dan rumah-rumah. Imbas dari ketidakstabilan ini pada dataran tinggi seperti pegunungan bahkan bisa menyebabkan keruntuhan batuan.
e. Keganjilan di daerah kutub
Langkah-langkah yang dilakukan atau yang sedang didiskusikan saat ini tidak ada yang dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan. Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara.
Ada beberapa cara utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Salah satunya sebagai berikut :
• Menghilangkan karbon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Terutama pohon yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di banyak area, tanaman yang tumbuh sedikit sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk mengatasi hal ini dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi bertambahnya gas rumah kaca.
Gas karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan laut. Injeksi juga dapat dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti di dalam sumur minyak, lapisan batubara atau equifer. Hal ini telah dilakukan dimana karbondioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke equifer sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
KESIMPULAN
Hal yang dapat kita simpulkan mengenai global warming adalah :
1. Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-geofisik seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air, perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit.
2. Pemanasan global merupakan perubahan suhu yang terjadi di atmosfer, laut dan darat.
3. Penyebab pemanasan global antara lain efek dari rumah kaca dan umpan balik.
4. Dampak dari global warming, menipisnya es, kebakaran hutan, ketinggian gunung berkurang, satelit bergerak cepat, pengukuran kasus alergi.
5. Cara untuk mengurangi global warming, yaitu dengan cara menghilangkan karbon, dan menanam pohon sebanyak mungkin untuk menekan tingginya peningkatan CO2.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, 2001. Pemanasan Global, Erlangga, Jakarta.
Hamit, 2008. Pemanasan Global dan Teman-temannya. (Online), (http://hmit.wordpress.com/2008/02/11/pemanasan-global-dan-teman-temannya/...), diakses tanggal 30 Januari 2010.
Hamit, 2008. Pemanfaatan Sampah sebagai Upaya Mengurangi Pemanasan Global. (Online), (http://hmit.wordpress.com/2008/02/18/pemanfaatan-sampah-sebagai-upaya-mengurangi-pemanasan-global/...), diakses tanggal 30 Januari 2010.
Manurung, Perluhutan, 2008. Ancaman Global Warming Kian Nyata. (Online), (http://www.ristek.go.id/?module=news&id=2950) diakses tanggal 30 Januari 2010.
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
KUMPULAN LAPORAN
AGROKLIMATOLOGI
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
SUHU UDARA DAN SUHU TANAH
Laporan Praktikum Agroklimatologi
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
SUHU UDARA DAN SUHU TANAH
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
NIM : 090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suhu merupakan ukuran derajat panas suatu benda atau tempat, suhu dibagi dua, yaitu minimum dan suhu maksimum.
Alat untuk mengukur suhu dinamakan Termometer. Termometer yang biasa digunakan adalah thermometer air raksa dan alcohol. Termometer air raksa pengukuran dapat dilakukan dari suhu 35 ˚C – 35 ˚C. Termometer alcohol biasanya digunakan untuk daerah – daerah yang dingin karena titik beku alcohol lebih rendah dari air raksa yaitu – 114,7 ˚C.
Temperatur tanah juga akan mempengaruhi komposisi udara tanah, kejadian ini disebab kanoleh peningkatan dan penurunan aktivitas mikro-organisme tanah. Diatas suhu 70 ˚C diperkirakan laju penyerapan air sama, jika factor lingkungan suhu juga sama, pada suhu yang ekstrem tinggi mengakibatkan aktifitas terganggu. Suhu tanah yang rendah akan mrnurunkan laju penyerapan air oleh akar.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari percoban ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara mengukur suhu udara dan suhu tanaah, yang pada tanah dengan kedalaman 5 cm.
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suatu benda, maka suhu benda tersebut akan meningkat, sebaliknya suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetepi, hubungan antara panas (energi) dengan suhu bukan merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat peneriman panas dalam jumlah tertentu yang dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerimaan tersebut (Lakitan, 1994).
Alat pengukur suhu secara umum disebut termometer. Alat-alat pengukur suhu tersebut harus terpasang pada tempet yang terlindung dari hujan, pengembunan, dan radiasi surya langsung. Satuan suhu umum dikenal ada empat macam yaitu: (1) Celcius, (2) Fahrenheit, (3) Reamur, (4) kelvin. (Handoko, 1994).
Perubahan suhu tanah yang berhubungan dengan waktu dan kedalaman didaerah tropis tidak memberikan kesan bila dibandingkan dengan didaerah lintang tinggi. Perubahan suhu tanah sebagai respon terhadap perubahan sumber energi (biasanya radiasi surya, kadang-kdang panas advaeksi atau kondensasi) dan drajat perubahannya akan tergantung baik dari tipe dan keadaan tanah maupun jumlah energi yang diterima. (Karim, 1985).
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Kalibrasi Termometer
Alat dan Bahan
1. Termometer standar (acuan)
2. Termometer biasa
3. Ceret atau wadah
4. Air hangat dan air es
Cara kerja
1. Masukkan air dingin (air + es) secukupnya kedalam wadah, lalu masukkan termometer standar dan termometer biasa kedalam air tersebut, tunggu hingga suhunya stabil (30 detik) lalu dicatat sahu yang terukur dikedua termometer.
2. Selanjutnya tambahkan air panas secukupnya dan catat suhu dikedua termometer tersebut.
3. Perlakuan ini dilakukan berulang-ulang hingga didapatkan 5 data pengamatan suhu untuk kedua termometer.
4. Data pengukuran suhu tersebut dianalisis menggunakan rekresi sederhana dengan menggunakan intersepnya, hingga didapat persamaan regresi.
5. Slope (b) dan intersepnya (a) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi.
2. Suhu Udara
Alat
Alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah termometer biasa/termometer bola kering (TBK).
Cara kerja
1. Lakukan pengukuran di dua lokasi yaitu dilapangan terbuka dan dibawah tajuk tanaman.
2. Ukur dan amati suhu setiap 1 menit dengan 6 kali pengulangan untuk masing-masing tipe lahan.
3. Kalibrasi hasil pengukuran dengan menggunakan persamaan regresi untuk setiap data pengukuran suhu.
4. Dibandingkan variasi suhu masing-masing tipe lahan.
3. Suhu Tanah
Alat
1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer biasa (TBK).
Cara kerja
1. Buatlah lubang (seukuran dengan termometer) dengan kedalaman 5 cm, 10 cm, 15 cm.
2. Masukkan termometer kedalam lubang, dibiarkan selama 5 menit, lalu diukur suhunya.
3. Pengukuran dilakukan pada tipe lahan dirumput.
Pembahasan
Suhu menunjukkan derajat panas sutu benda. Semakin suhu suatu benda, maka semakin panas benda tersebut. Besarnya suhu udara dan suhu tanah dapat dilakukan atau diukur dengan menggunakan termometer dan termograf. Sebelum digunakan, terlebih dahulu termometer dikalibrasikan. Yang merupakan kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensial nilai penunjukan alat ukur dengan cara membandingkan suatu alat ukur dengan alat ukur lain yang di anggap sebagai standar. Disini terjadi perbedaan suhu, karena penambahan air hangat pada air es. Yang semulanya dingin berubah sedikit menjadi suhu normal.
Perbedaan antara termometer biasa dengan termometer acuan adalah termometer biasa merupakan termometer yang mengandung air raksa. Termometer air raksa merupakan termometer yang mudah dibaca. Sedangkan termometer acuan merupakan termometer alkohol yang sedikit sulit dingunakan dan dibaca.
Pada percobaan suhu tanah, terdiri dari pengukuran suhu tanah dapat dilihat bahwa semakin dalam tanahnya, semakin tinggi suhunya. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor eksternaldan faktor internal. Faktor eksternal antara lain awan, angi, hujan, sinar matahari dan vegetasi. Sedangkan yang termasuk faktor internal adalah keadaan struktur tanah, kerapatan tanah, kepadatan tanah dan sebagainya.
KESIMPULAN
1. Dari hasil pengamatan pengkalibrasian termometer air es yang di dalam wadah dimasukkan termometer standar yang paling rendah 12 0C, yang paling tinggi 24 0C dan termometer biasa yang paling rendah 17 0C, yang paling tinggi 25 0C.
2. Semakin tinggi jumlah panas yang diterima oleh tanah atau tanaman maka semakin tinggi juga suhu pada tanah dan tanaman tersebut.
3. Suhu tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor eksternaldan faktor internal. Faktor eksternal antara lain awan, angi, hujan, sinar matahari dan vegetasi. Sedangkan yang termasuk faktor internal adalah keadaan struktur tanah, kerapatan tanah, kepadatan tanah dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, 1994. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya: Jakarta.
Karim, 1985. Diktat Kuiah Dasar-dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala: Banda Aceh.
Lakitan B, 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
SUHU UDARA DAN SUHU TANAH
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
NIM : 090510602005
LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suhu merupakan ukuran derajat panas suatu benda atau tempat, suhu dibagi dua, yaitu minimum dan suhu maksimum.
Alat untuk mengukur suhu dinamakan Termometer. Termometer yang biasa digunakan adalah thermometer air raksa dan alcohol. Termometer air raksa pengukuran dapat dilakukan dari suhu 35 ˚C – 35 ˚C. Termometer alcohol biasanya digunakan untuk daerah – daerah yang dingin karena titik beku alcohol lebih rendah dari air raksa yaitu – 114,7 ˚C.
Temperatur tanah juga akan mempengaruhi komposisi udara tanah, kejadian ini disebab kanoleh peningkatan dan penurunan aktivitas mikro-organisme tanah. Diatas suhu 70 ˚C diperkirakan laju penyerapan air sama, jika factor lingkungan suhu juga sama, pada suhu yang ekstrem tinggi mengakibatkan aktifitas terganggu. Suhu tanah yang rendah akan mrnurunkan laju penyerapan air oleh akar.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari percoban ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara mengukur suhu udara dan suhu tanaah, yang pada tanah dengan kedalaman 5 cm.
TINJAUAN PUSTAKA
Suhu merupakan karakteristik yang dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suatu benda, maka suhu benda tersebut akan meningkat, sebaliknya suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetepi, hubungan antara panas (energi) dengan suhu bukan merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat peneriman panas dalam jumlah tertentu yang dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerimaan tersebut (Lakitan, 1994).
Alat pengukur suhu secara umum disebut termometer. Alat-alat pengukur suhu tersebut harus terpasang pada tempet yang terlindung dari hujan, pengembunan, dan radiasi surya langsung. Satuan suhu umum dikenal ada empat macam yaitu: (1) Celcius, (2) Fahrenheit, (3) Reamur, (4) kelvin. (Handoko, 1994).
Perubahan suhu tanah yang berhubungan dengan waktu dan kedalaman didaerah tropis tidak memberikan kesan bila dibandingkan dengan didaerah lintang tinggi. Perubahan suhu tanah sebagai respon terhadap perubahan sumber energi (biasanya radiasi surya, kadang-kdang panas advaeksi atau kondensasi) dan drajat perubahannya akan tergantung baik dari tipe dan keadaan tanah maupun jumlah energi yang diterima. (Karim, 1985).
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Kalibrasi Termometer
Alat dan Bahan
1. Termometer standar (acuan)
2. Termometer biasa
3. Ceret atau wadah
4. Air hangat dan air es
Cara kerja
1. Masukkan air dingin (air + es) secukupnya kedalam wadah, lalu masukkan termometer standar dan termometer biasa kedalam air tersebut, tunggu hingga suhunya stabil (30 detik) lalu dicatat sahu yang terukur dikedua termometer.
2. Selanjutnya tambahkan air panas secukupnya dan catat suhu dikedua termometer tersebut.
3. Perlakuan ini dilakukan berulang-ulang hingga didapatkan 5 data pengamatan suhu untuk kedua termometer.
4. Data pengukuran suhu tersebut dianalisis menggunakan rekresi sederhana dengan menggunakan intersepnya, hingga didapat persamaan regresi.
5. Slope (b) dan intersepnya (a) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan regresi.
2. Suhu Udara
Alat
Alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah termometer biasa/termometer bola kering (TBK).
Cara kerja
1. Lakukan pengukuran di dua lokasi yaitu dilapangan terbuka dan dibawah tajuk tanaman.
2. Ukur dan amati suhu setiap 1 menit dengan 6 kali pengulangan untuk masing-masing tipe lahan.
3. Kalibrasi hasil pengukuran dengan menggunakan persamaan regresi untuk setiap data pengukuran suhu.
4. Dibandingkan variasi suhu masing-masing tipe lahan.
3. Suhu Tanah
Alat
1. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer biasa (TBK).
Cara kerja
1. Buatlah lubang (seukuran dengan termometer) dengan kedalaman 5 cm, 10 cm, 15 cm.
2. Masukkan termometer kedalam lubang, dibiarkan selama 5 menit, lalu diukur suhunya.
3. Pengukuran dilakukan pada tipe lahan dirumput.
Pembahasan
Suhu menunjukkan derajat panas sutu benda. Semakin suhu suatu benda, maka semakin panas benda tersebut. Besarnya suhu udara dan suhu tanah dapat dilakukan atau diukur dengan menggunakan termometer dan termograf. Sebelum digunakan, terlebih dahulu termometer dikalibrasikan. Yang merupakan kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensial nilai penunjukan alat ukur dengan cara membandingkan suatu alat ukur dengan alat ukur lain yang di anggap sebagai standar. Disini terjadi perbedaan suhu, karena penambahan air hangat pada air es. Yang semulanya dingin berubah sedikit menjadi suhu normal.
Perbedaan antara termometer biasa dengan termometer acuan adalah termometer biasa merupakan termometer yang mengandung air raksa. Termometer air raksa merupakan termometer yang mudah dibaca. Sedangkan termometer acuan merupakan termometer alkohol yang sedikit sulit dingunakan dan dibaca.
Pada percobaan suhu tanah, terdiri dari pengukuran suhu tanah dapat dilihat bahwa semakin dalam tanahnya, semakin tinggi suhunya. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor eksternaldan faktor internal. Faktor eksternal antara lain awan, angi, hujan, sinar matahari dan vegetasi. Sedangkan yang termasuk faktor internal adalah keadaan struktur tanah, kerapatan tanah, kepadatan tanah dan sebagainya.
KESIMPULAN
1. Dari hasil pengamatan pengkalibrasian termometer air es yang di dalam wadah dimasukkan termometer standar yang paling rendah 12 0C, yang paling tinggi 24 0C dan termometer biasa yang paling rendah 17 0C, yang paling tinggi 25 0C.
2. Semakin tinggi jumlah panas yang diterima oleh tanah atau tanaman maka semakin tinggi juga suhu pada tanah dan tanaman tersebut.
3. Suhu tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor eksternaldan faktor internal. Faktor eksternal antara lain awan, angi, hujan, sinar matahari dan vegetasi. Sedangkan yang termasuk faktor internal adalah keadaan struktur tanah, kerapatan tanah, kepadatan tanah dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, 1994. Klimatologi Dasar. PT. Dunia Pustaka Jaya: Jakarta.
Karim, 1985. Diktat Kuiah Dasar-dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala: Banda Aceh.
Lakitan B, 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
KELEMBABAN UDARA
Laporan Praktikum Agroklimatologi
Hari : Senin
Jam : 14.20 - 16.00 WIB
Asisten : 1. Muhafaz Zulus Fitri
2. Rizky Muarif
KELEMBABAN UDARA
Oleh :
AMRUL MUSTANIL
NIM : 090510602005

LABORATORIUM AGROKLIMATOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM BANDA ACEH
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelembaban adalah persentase kandungan uap air dalam udara. Semua uap air dalam udara itu berasal dari penguapan sedangkan penguapan itu sendiri adalah perubahan pase cair menjadi fase uap air yang ringan dan akan naik ke atmosfir . dalam atmosfir senantiasa terdapat uap air dan kadar uap air ini selalu berubah-ubah tergantung pada temperatur udara setempat.
Meskipun uap air hanya meruoakan sebagian kecil saja dari semua atmosfir kira-kira 2% dari masa seluruhnya tetapi merupakan komponen udara yang penting dari segi cuaca dan iklim. Data klimatologi untuk kelembaban udara yang umum dilaporkan adalah kelembaban relative (RH).
Kelembaban itu di tentukan oleh jumlah uap air yang terkandung didalam udara. Total uap air per satuan volume. Udara disebut sebagai kelembaban absolute (absolute humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan kg (m³). Perbandingan antara massa uap air dengan massa udara lembab dalam satuan volume udara tertentu disebut sebagai kelembaban spesifik (specific humidity, umumnya dinyatakan dalam satuan g/kg. Massa udara lembab adalah total massa dari seluruh gas-gas atmosfir yang terkandung, termasuk uap air. Jika massa uap air tidak diikutkan, maka disebut sebagai udara kering (dri air).
Tujuan Praktikum
Tujuan dari pratiku kelembaban udara ini adalah untuk mengetahui alat yang digunakan dalam pengukuran kelembaban, cara penggunanya serta pengaruh terhadap kelembaban udara.
TINJAUAN PUSTAKA
Kelembaban nisbi pada suatu tempat tergantung pada suhu yang menentukan kapasitas udara untuk menampung uap air serta kandungan uap air aktual di tempat tersebut. Kandungan uap air yang aktual ini ditentukan oleh ketersediaan air tempat tersebut serta energi untuk menguapkannya. Jika daerah tersebut basah dan panas seperti daerah-daerah di kalimantan, maka penguap akan tinggi yang berakibat pada kelembaban mutlak serta kelembaban nisbi yang tinngi. Sedangkan daerah pegunungan di Indonesia umumnya mempunyai kelembaban nisbi yang tinggi karena suhunya rendah sehingga kapasitas udara untuk menampung uap air relatif kecil (Handoko, 1986).
Kelembaban nisbi merupakan perbandingan antara kelembaban aktual dengan kapasitas udara untuk menampung uap air. Bila kelembaban aktual dinyatakan dengan tekanan uap aktual, maka kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut merupakan tekanan uap jenuh. Sehingga kelembaban nisbi (RH) dapat ditulis dengan persen ( Sutrisno, 1986 ).
Kelembaban udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan keinginan. Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan potensi air antara udara dengan bahan padat tertentu. Jika suatu ruang tertutup dimasukkan larutan, maka air dari larutan larutan air tersebut akan menguap sampai terjadi keseimbangan antara potensi air dengan potensi air larutan. Potensi air udara ber hubungan dengan kelembaban relatif udara tersebut (Lakitan, 2002)
Kelembaban relatif akan diukur dengan menghembus udara pada dua buah termometer, salah satu diantaranya dibungkus dengan kain basah (bola basah) dan lainnya kering (bola kering) pendekatan gravimetricmerupakn pengukuuran langsung (oleh sebab itu merupeken yang paling akurat. Untuk kelembaban udara dijadikanpatokan untuk kalibrasi instrument_ instrumentpengukuran kelembaban air lainnya. Etimasi kasar (tapi praktis) untuk kelembaban relative berdasarkan data kerapatan uap air dan suhu udara dapat dilkukan dengan menggunakan penyajian hubunga antra suhu udra, kerapatan uap air, suhu bola basah, dan kelembaban (Syehan, 1990).
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam pratikum kelemban udara adalah termometer bola kering (BK) dan termometer bola basah (BB) serta tabel Konversi Kelembaban Relatif (RH%).
Cara Kerja
1. Termometer bola kering dan basah dipegang setinggi 1,2 meter diatas permukaan tanah.
2. Dicatat suhu bola kering (Tвĸ) dan bola basah (Tвв) dengan selang waktu 1 menit dengan 5 kali ulangan pada beberapa tipe lahan.
3. Setelah didapatkan data suhu, lalu carikan selisih antara Tвĸ dan Tвв.
4. Nilai RH dapat diketahui dengan melihat selisih Tвĸ dan Tвв berdasarkan tabel RH (lampiran).
Pembahasan
Dari data hasil pengamatan dapat kita lihat bahwa data yang diperoleh dari termometer bola kering (TBK) dan termometer bola basah (TBB) berbeda. Dengan 5 kali ulangan dan dengan selang waktu 1 menit. Pengukuran dilakukan di lapangan terbuka dan di bawah tajuk tanaman.
Dari grafik Tвк dapat dilihat bahwa suhu udara suhu udara dibawah tajuk lebih rendah daripada dilapangan terbuka. Hal ini disebabkan salah satunya karena perbedaan penerimaan cahaya matahari. Panerimaan cahaya matahari dibawah tajuk terhambat sedangkan pada lapangan terbuka, cahaya matahari diterima langsung tanpa ada hambatan.
Untuk nilai RH ( % ) di lapangan terbuka yang paling tinggi adalah 59 % dan yang paling rendah adalah 50 %. Sedangkan di bawah tajuk memperoleh nilai RH ( % ) yang tinggi, yaitu 63 % dan yang paling rendah adalah 58%. Suhu yang lebih tinggi adalah di lapangan terbuka dan yang terendah di bawah tajuk.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktikum radiasi matahari ini adalah :
- Pada pengukuran udara, suhu yang terbaca pada TBK yaitu 36 sedangkan pada TBB 28 dan pada RH adalah 8% yang di dapatkan dari tabel kelembaban nisbi.
- RH (kelembaban nisbi) dibawah tajuk tanaman lebih tinggi daripada lapangan terbuka. Dikarenakan, kelembaban dibawah tajuk tanaman lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko. 1986. Pengamatan Unsur – Unsur Cuaca di Stasiun Klimatologi Pertanian . Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB : Bogor.
Sutrisno. 1986. Fisika Dasar. ITB: Bandung.
Syehan, Ersin.1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gajah Mada Universitas Press :
Yogyakarta.
Lakitan B, 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Gambar.

Langganan:
Postingan (Atom)